batasan usia pernikahan atau perkawinan di berbagai negara

 Batas usia perkawinan dan Hukumnya.

Batas usia perkawinan yang berlaku di Indonesia berbeda dengan negara lain meskipun masih standar. Batas usia standar yang sudah ditetapkan undang-undang  adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Sementara pada pasal lain ketika usia perkawinan kedua mempelai 21 tahun. Berikut adalah perbedaan batas usia perkawinan di berbagai negara[1] :
No.
Negara
Usia Perkawinan
Pria
Wanita
1
Aljazair
21
18
2
Bangladesh
21
18
3
Mesir
18
16
4
Indonesia
19
16
5
Iraq
18
18
6
Yordania
16
15
7
Libanon
18
17
8
Libya
18
16
9
Malaysia
18
16
10
Maroko
18
15
11
Yaman Utara
15
15
12
Pakistan
18
16
13
Somalia
18
18
14
Yaman Selatan
18
16
15
Syria
18
17
16
Tunisia
19
17
17
Turki
17
15
18
Israel
20
19
19
Cyprus
18
17

Dari uraian tabel di atas dapat disimpulkan usia pernikahan yang di anut dunia islam dan negara-negara yang berpenduduk muslim hampir rata-rata berkisar 15-21 tahun, kecuali negara Irak dan Somalia yang tidak membedakan usia pernikahan antara pria dan wanita yaitu sama-sama 18 tahun. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa batas usia perkawinan tersebut dalam kategori normal. Tahir Mahmood cukup menarik untuk disimak dan sebagai perbandingan bahwa batas usia perkawinan itu tidak selamanya konsisten dengan realitas masyarakat.


Karena banyaknya kasus perkawinan di bawah usia, kebolehan perkawinan dibawah usia tentunya dengan alasan yang baik dan jelas antara kedua mempelai yang akan melangsungkan perkawinan. Dari perspektif kependudukan pekawinan di bawah usia akan dapat mempercepat ledakan penduduk yang tidak terkendali.
Menurut UU No 1 tahun 1974 dijelaskan ketentuan batas usia perkawinanu dijelaskan pada pasal 7 berikut ini:
Pasal 7
(1)   Perkawinan hanya di idzinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
(2)   Dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
(3)   Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tersebut dalam pasal ayat 6 ayat (3) dan (4) Undang- undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang di maksud dalam pasal 6 ayat (6).

Dalam hal ini penulis satu pendapat dengan Ahmad Rofiq (1988:78-9) yang mengatakan bahwa batasan usia perkawinan dalam Undang-undang perkawinan itu tidak konsisten. Dalam pasal 6 ayat (2) ditegaskan juga bahwa, untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun di haruskan mendapatkan izin dari kedua orang tua. Di pasal 7 (1) menyebutkan juga bahwa perkawinan hanya di izinkan setelah pria sudah mencapai umur 19 tahun, dan wanita telah mencapai umur 16 tahun. Perbedaannya adalah, jika kurang dari 21 tahun yang di perlukan izin adalah orang tua,dan jika kurang dari 19 tahun maka di perlukan izin dari pengadilan. Pasal 6 secara lengkap telah membahas soal batasan usia perkawinan 21 tahun dan perlu mendapatkan izin dari pihak orang tua atau wali, sebagai berikut :
            Pasal 6
(1)   Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2)   Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua pluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3)   Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4)   Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
(5)   Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebutdalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.
(6)   Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 29 dalam KUHPER menentukan, “Setiap laki-laki yang belum berusia 18 tahun penuh dan wanita yang belum berusia 15 tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan namun bila ada alasan-alasan penting Presiden dapat menghapuskan larangan itu dengan memberikan dispensasi.
Maka untuk melangsungkan perkawinan anak sah yang di bawah umur perlu melakukan izin kedua orang tuanya, tetapi jika yang memberikan izin hanya salah satunya saja dari mereka dan yang lain telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya, berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga-keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain (pasal 35).














[1]Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries (history, text and comparative analysis), Academy of Law and Religion, New Delhi, 1987, hlm. 270; Gihane Tabet. Women in Personal Status Laws: Iraq, Jordan, Lebanon, Palestine, Syria. SHS Papers in Women’s Studies/Gender Research No.4 July 2005. Gender equality and Development  Section Division of Human Right Social and Human Sciences Sector UNESCO; Tahir Mahmood, family Law Reform in  The Muslim world, the Indian Institu, New Delhi, 1971

0 Response to "batasan usia pernikahan atau perkawinan di berbagai negara"

Post a Comment